LINGKUNGAN Sumur Pring adalah sebuah wilayah di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemukiman mungil ini dihuni sekitar 17 Kepala Keluarga (KK) atau 63 jiwa yang sebagian besar bekerja di sektor perkebunan dengan komoditas utama pisang, umbi-umbian, dan melinjo. Sebagian lagi mencari nafkah sebagai buruh lepas di perusahaan-perusahaan yang terdapat di Pulomerak.
Lingkungan Sumur Pring merupakan daerah perbukitan yang berada di ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut (MDPL). Akses menuju kawasan ini bisa dilalui dengan kendaraan roda dua dan roda empat dari Lingkungan Sukajadi-Tembulun-Gunung Batur. Bisa juga diakses melalui Lingkungan Gamblang- Tembulun.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, selama ini warga Sumur Pring mengandalkan empat titik mata air; dua di Blok Pasir Nangka dan dua lagi di Blok Rambutan. Warga memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan masak, juga mandi, cuci dan kakus (MCK). Lokasi sumber mata air tersebut relatif jauh dari pemukiman warga, sekitar 500-600 meter. Dan medan yang harus ditempuh warga untuk mengambil air cukup berat. Berupa jalan setapak yang lumayan curam. Jika turun hujan, maka jalanan itu berubah licin. Bagi yang tak biasa, bisa-bisa terperosok ke tebing jika tak hati-hati melangkah.
Biasanya yang mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari adalah kaum perempuan. Sebab, kaum lelaki Sumur Pring bekerja di kebun atau di pabrik seputar Pulomerak. Ibu-bu Sumur Pring harus membawa empat sampai sepuluh jeriken atau galon ke lokasi sumber air yang terdapat di bawah bukit. “Kami mengambil air dua sampai tiga kali sehari untuk minum dan masak,” tutur Siti, warga Sumur Pring.
Hebatnya, Sumur Pring tak pernah mengalami kekeringan sumber air. Walau musim kemarau berkepanjangan, mata air di Sumur Pring tak pernah kering. Ketua RT 02/RW 04 Lingkungan Sumur Pring Kamidin mengatakan, masyarakat berharap sumber air itu tetap terlindungi dan terjaga kelestariannya agar tak menimbulkan kekeringan atau risiko penyakit.
“Kami berupaya melindungi sumber air agar tidak surut pada saat musim kemarau, dan tidak tertimbun longsor saat musim hujan,” kata Kamidin. Mereka juga berupaya melindungi kelestarian sumber air agar tidak terkontaminasi bahan berbahaya dari zat-zat bekas shampo dan sabun mandi. Sebab, sebagian besar warga melakukan aktivitas cuci dan mandi dekat sumur, sehingga air yang bercampur sabun mandi atau deterjen kembali masuk ke dalam sumber air.
Perlindungan Mata Air PMI Kota Cilegon pertama kali masuk ke Sumur Pring pada 2015. Saat itu relawan PMI mencari sumber atau mata air. “Saya lantas menunjukkan bahwa mata air ada di bawah. Mereka kemudian langsung survei.
Alhamdulillah, tak lama setelah survei itu kita langsung membangun MCK di sana,” tuturnya.
Sebelum dibangun, sekeliling sumber mata air itu kumuh dan kotor. Sampah berserakan di mana-mana. Kadang air hujan yang jatuh dari pemukiman, masuk juga ke sumber air. Kini setelah dibangun, jadi terlihat bersih. Air hujan tak lagi masuk ke dalam sumur. Di atas mata air terdapat pohon besar. Pohon ini bak ‘pelindung’ di Sumur Pring. “Jika tak ada pohon itu, saya kira takkan ada air yang mengalir di bawahnya,” ujar Kamidin.
Di atas sumur kini sudah dibangun kamar mandi dan tempat penampungan air. Namun sampai sekarang belum ada pompa yang dapat digunakan untuk menarik air dari sumur ke penampungan. Sebab, debit air sumur masih kurang besar untuk dipompa. Kamidin khawatir pompa akan rusak jika debit air tak mencukupi. Program pemeliharaan sumber air di Sumur Pring bermula dari surat Kepala Kelurahan Mekarsari kepada PMI Kota Cilegon di awal Juli 2015. Dalam surat itu, Pak Lurah Mekarsari menerangkan terjadinya krisis air di Lingkungan Tembulun, tetangga Sumur Pring. Markas PMI Kota Cilegon kemudian berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cilegon Mandiri yang disusul dengan menggelar bakti sosial dengan mengirimkan air bersih ke Lingkungan Tembulun, sekaligus pembagian sembako bagi warga kurang mampu.
Kepala Markas PMI Kota Cilegon Nurwarta Wiguna mengungkapkan, PMI Kota Cilegon kemudian berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon dan Dinas Kesehatan Kota Cilegon terkait bencana kekeringan di Kota Cilegon. Akhirnya disiapkan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (RA PRB) di Lingkungan Sumur Pring. Bentuk kegiatannya antara lain perlindungan sumber mata air di Blok Pasir Nangka, pembangunan tempat MCK, dan promosi kesehatan.
Ketua SIBAT Lebakgede Hamdanah menuturkan, program PRB dan perlindungan mata air ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah hingga warga sekitar. “Kami membangun sarana MCK dan mensosialisasikan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan,” ujarnya.
Menurut Nurwarta, pertimbangan PMI Kota Cilegon menggelar program PRB di Sumur Pring karena di tempat ini terdapat sumber air yang harus dilestarikan. “Jika lingkungan di bawah (Pulomerak) mengalami kendala soal air, tinggal telepon PDAM air dikirim. Sementara di sini kita harus menjaga sumber air. Ketika musim hujan tiba, air melimpah bahkan meluber dan terbuang sia-sia. Makanya perlu dibangun tempat penampungan,” ia menegaskan.
Nurwarta menyatakan, besar kemungkinan Sumur Pring bakal menjadi tempat pengungsian jika terjadi gempa Megathrust di Selat Sunda. Bencana itu merupakan siklus 200 tahun. Orang- orang mungkin akan mengungsi ke kawasan tinggi seperti Sumur Pring. “Karenanya, kita berharap ke depan kawasan ini tidak menjadi kawasan kosong. Harus dipertahankan dan dipelihara,” ujarnya.
PMI mulai menginisiasi SIBAT baru pada 2012 lalu. Dan sejauh ini telah terbentuk di 10 kelurahan di Kota Cilegon. Menurut Warta, SIBAT sebaiknya tidak hanya ada di kawasan rawan bencana, tapi juga di kawasan yang bakal jadi tempat pengungsian. “Banyak orang hanya menunjuk shelter, tapi tidak disiapkan prasarananya. Air tidak ada, perlengkapan tidak ada, hanya berupa lahan kosong,” bebernya.
Selama ini pemerintah dan pihak terkait tidak pernah menyiapkan kawasan yang aman dari bencana sebagai tempat penampungan bagi mereka yang nanti terkena musibah. Padahal, program ini juga perlu dilakukan. Ketika terjadi bencana, warga pasti akan mengungsi ke wilayah aman. Oleh sebab itu, wilayah aman melaksanakan program baru terkait pengelolaan sampah warga. PMI dan SIBAT akan membuat bak sampah di sejumlah titik. Ketua RT/RW diminta berkoordinasi dengan pengepul untuk mengambil sampah plastik. Ketika PSTBM di Kelurahan Lebakgede sudah siap, maka sampah- sampah dari Sumur Pring akan dibawa kesana. Peran pemerintah mulai tingkat desa hingga provinsi dinilai cukup besar. Kata Nurwarta, semua mendukung program PRB di Sumur Pring. Program di Sumur Pring akan menjadi prototipe bagi kegiatan-kegiatan lain di wilayah Cilegon.
Sekretaris PMI Kota Cilegon Ujang Syamsul mengatakan, sebenarnya program PRB tidak hanya dilaksanakan di Sumur Pring. Namun juga di beberapa wilayah di Kota Cilegon. Kenapa program ini berhasil dilaksanakan di Sumur Pring? “Karena masyarakatnya terbuka dan mau diajak kerja sama. Sementara di beberapa wilayah, peran dan partisipasi warganya agak kurang,” kata Ujang.
“Target kami melatih SIBAT di Kota Cilegon tidak hanya di kawasan rawan bencana, tapi juga di daerah aman. Sebagai persiapan menghadapi bencana dan menerima pengungsi dari wilayah yang terkena musibah,” tegas Nurwarta.
Mulai 2018, PMI Kota Cilegon menargetkan dalam program selanjutnya, minimal satu keluarga mempunyai satu MCK. Pihaknya berharap dapat mengubah paradigma masyarakat yang selama ini buang air besar di tempat terbuka agar mengubah kebiasaannya. Sebab, berdasarkan sample air yang pernah diambil di sana, air Sumur Pring mengandung e-coli yang cukup tinggi.
Sebenarnya pernah ada upaya melakukan pengeboran mata air untuk memudahkan warga mendapatkan sumber air bersih. Namun upaya ini kandas karena mahalnya biaya bor dan letak geografis Sumur Pring yang merupakan bukit berbatu.
Ketua PMI Kota Cilegon Abdul Hakim Lubis mengungkapkan, pihaknya telah melakukan dua kali pengeboran. “Ternyata kami temukan potensi mata air di sana sangat kecil. Karena itu, kami memenuhi permintaan masyarakat agar tetap melestarikan sumber air yang ada.
Walaupun kecil tapi airnya ada terus,” kata dia. Pihaknya juga telah memberikan pompa air, tapi belum bisa digunakan karena debit air di sumber itu belum memadai. “Kami khawatir nanti malah pompanya rusak karena menyedot lumpur bukan air. Sebab, debit airnya kecil sementara tenaga sedot pompa kan sangat besar,” sambung Lubis.
Selain di Sumur Pring, PMI Kota Cilegon juga akan mencari sumber-sumber air lain. Beberapa perusahaan di Kota Cilegon siap membantu program ini, salah satunya adalah Indonesia Power. Perusahaan ini tertarik membantu karena melihat PMI selalu menjalankan program yang riil dan dibutuhkan masyarakat.
Ia menambahkan, PMI tak mungkin bergerak sendiri dalam membantu masyarakat. Butuh dukungan banyak pihak agar kegiatan tersebut berjalan lancar. Sebagai Ketua PMI Kota Cilegon, Lubis mengaku terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan program-program di masyarakat.*