Penyusun :Â Indri Indriyani, PMI Propinsi Kalimantan Tengah;
Karhutla telah menjadi proses penting yang memengaruhi permukaan bumi dan atmosfer selama lebih dari 350 juta tahun dan masyarakat manusia telah hidup berdampingan dengan api sejak kemunculannya. Namun, frekuensi  tersebut cenderung meningkat dalam beberapa dekade terakhir, khususnya di zona tropis karena perubahan iklim dan pembangunan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, karhutla juga dimasukkan dalam kategori bencana karena dampaknya berupa kabut asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar. Karhutla telah menyebabkan korban jiwa, terutama petugas pemadam kebakaran dan tim penyelamat. Selain itu, efek asap dan debu dengan kandungan gas beracun juga menyebabkan ketidaknyamanan pada pernapasan dan dapat akan memperburuk kesehatan orang dengan alergi dan gangguan pernapasan.  Selain kerugian pada manusia, biaya finansial seperti kerusakan rumah dan infrastruktur lainnya, pemadaman listrik serta kepunahan flora dan fauna endemik mendominasi persepsi dampak kebakaran yang sering disoroti.
Data Hasil studi kasus Eks Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar menunjukkan bahwa Tahun 2015 Indonesia kembali menjadi perhatian dunia karena kebakaran hutan dan lahan yang sangat parah. Salah satu indikatornya adalah konsentrasi partikulat (PM10) di Palangka Raya (Kalimantan Tengah) menunjukkan konsentrasi pada tahun 2015 (> 2.000 ug / m3) lebih tinggi daripada tahun 2002 dan 2006 (<2.000 ug / m3). Kebakaran gambut adalah masalah serius bagi Indonesia, yang menghasilkan efek lingkungan yang merusak dan diperkirakan 1.748 juta metrik ton CO2 eq. emisi, sekitar 5% dari emisi CO2 bahan bakar fosil tahunan global tahunan pada tahun 2015. Bahkan, Indonesia dianggap sebagai pengekspor polusi udara ASEAN dan juga salah satu penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dunia, setelah negara industri seperti China dan Amerika Serikat. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga dimasukkan dalam kategori bencana karena dampaknya berupa kabut asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
Pada tahun 2015 akhir itulah PMI Provinsi mendapatkan dukungan dari USAID melalui PMI Pusat dan AMCROSS untuk program Respon dampak Karhutla khususnya dampak Kabut Asap yang salah satu kegiatannya yaitu Penyediaan Ruang Sehat Bebas ASap di 3 PMI Kab/Kota dan 1 di PMI Provinsi.
Ruang Sehat bebas asap merupakan suatu ruangan yang dilengkapi dengan beberapa peralatan yang berfungsi enyaring udara sehingga menghasilkan udara yang bersih dapat menampung beberapa orang yang memerlukan oksigen yang sehat dan baik untuk meminimalkan tepaparnya kabut asap dampak karhutla dengan cara mengurangi aktivitas di luar ruangan dan merupakan langkah pertolongan pertama yang dapat dilakukan jika merasakan masalah pada kesehatan akibat kabut asap.
Ruang sehat bebas asap yang dimiliki PMI beberapa waktu lalu berjumlah 4 (empat) yang berada di titik lokasi berbeda yaitu di Markas PMI Provinsi Kalimantan Tengah, Markas Kota PMI P. Raya, Markas PMI Kab. Kotawaringin Timur dan Seruyan. Konsep tersebut meneruskan konsep yang sudah pernah dilaksanakan pada program dukungan USAID yang lalu.
Dengan memanfaatkan salah satu ruangan yang ada di Markas masing-masing dan didukung beberapa peralatan seperti AC, Air Purifier, Tabung oksigen, alat nebulizer, field beld